Minggu, Juni 12, 2016

Elif dan Uttaran

"Bi, asyik banget nonton Piala Euro. Mana lawan mana..?" saya bertanya kepada Bibi saat melewati Dapur memperhatikan Bibi tengah serius menonton Pertandingan Piala Eropa di televisi.
Bibi menjawab, "Turki, Bu."
Saya bertanya kembali, "Iya, Turki lawan mana..?"
Jawab Bibi, "Nggak tau. Bibi cuma mau nunggu barangkali ada ELIF ikut nonton..."

Saya terdiam. Pikirku, untung India tidak masuk Piala Euro. Kalau iya, bisa-bisa si Bibi menunggui UTTARAN juga...
😄😄😄

Itulah demam yang melanda banyak Ibu Rumah Tangga dan para ART (Asisten Rumah Tangga) di masa kini. Drama televisi berseri "Elif" dan "Uttaran" sudah merasuki jiwa mereka, sehingga segala hal selalu dihubungkan ke sana. Turki, berarti identik dengan "Elif". India, identik dengan "Uttaran".

Lantas apakah saya harus melarang Bibi yg bekerja di rumah saya, agar tidak menonton film-film televisi semacam itu? Pertanyaan ini mungkin bisa saya abaikan, karena saya memiliki anak-anak yang telah dewasa dan remaja, yang telah dapat memilih sendiri dengan bijak tayangan apa yang baik bagi mereka dan mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh 'selera' Bibi yang menyukai drama serial televisi semacam itu.

Namun tentunya film-film semacam ini perlu mendapat perhatian dari para orang tua yang masih memiliki anak-anak berusia di bawah remaja. Para pengasuh putra-putrinya yang masih berusia balita, tentu besar kemungkinan terkena demam ini juga. Bayangkan seandainya setiap sore, setiap hari, tanpa kita sadari - karena kita masih bekerja atau beraktivitas di luar rumah - anak-anak kita ikut menonton bersama para pengasuh anak-anak kita. Para pengasuh di sini bisa saja saudara kita, atau baby sitter, atau ART, dan lain-lain, yang sehari-hari mendampingi putra-putri kita beraktivitas di rumah.

Adegan Ibu kandung yang selalu membohongi bahkan memanipulasi anak kandungnya sendiri, kemudian ayah mertua yang bersikap jahat kepada menantunya, atau nenek yang mengajari kelicikan kepada cucunya, istri yang menipu suaminya sendiri, maupun anak/menantu yang merekayasa situasi manipulatif terhadap orang tua/mertuanya sendiri, merupakan adegan yang selalu ada di Film seperti "Elif" dan "Uttaran".

Kesemua itu keadaan yang tidak menyenangkan untuk ditonton. Pertikaian dan persaingan yang tidak wajar tidaklah enak untuk ditonton setiap hari. Namun mengapa orang-orang cenderung menyukainya? Mengapa banyak orang suka menonton kepedihan orang yang tertindas, maupun kesengsaraan orang yang disiksa?

Saya betul-betul tidak mengerti. Dan makin tak mengerti, mengapa kini saya bisa ikut-ikutan Bibi untuk suka menontonnya... 

😄😄😄


Bandung, 10 Juni 2016









Tidak ada komentar: